Kamis, 24 Maret 2011

Tugas dan tanggung jawab seorang Account Officer bank

A. Tugas dan tanggung jawab Marketing Kredit
1. Mencari Calon Debitur untuk kredit dan Tabungan serta Deposito
Dimana dalam pemasarkan kredit dan menghimpun tabungan , Deposito seorang Marketing Officer .

Cara yang dilakukan :
- Menawarkan langsung
- Menawarkan melalui telepon
- Meminta referensi dari nasabah, calon nasabah, calon debitur, debitur
-
2. Interview dan Wawancara Calon Debitur serta Pengisian Aplikasi Permohonan Kredit
3. Menjelaskan perhitungan kredit kepada Calon Debitur
4. Memberikan penjelasan tentang peraturan dan ketentuan umum kredit yang berlaku di Bank
5. Mengumpulkan dan melengkapi seluruh dokumen yang diperlukan dari Calon Debitur
untuk proses kredit
6. Memberikan informasi kepada bagian taksasi untuk melakukan penilaian jaminan kredit
7. Melakukan kunjumgan peninjauan langsung ke tempat tinggal atau tempat usaha dari calon debitur
8. Memastikan seluruh data informasi yang diterima telah di yakini kebenarannya dan seluruh copy dokumen2 yang diterima telah sesuai dengan aslinya
9. Menganalisa keuangan, arus kas , kebutuhan kredit serta tujuan penggunaan kredit dari Calon Debitur
10. Melakukan trade checking dan BI checking Calon Debitur
11. Membuat memorandum persetujuan kredit
12. Mengajukan memorandum kepada Loan Komite Kredit (LKK)
13. Menyampaikan kepada Loan Komite Kredit apabila terjadi penyimpangan wewenang kredit dengan memperhatikan resiko kredit
14. Melakukan order kebagian Administrasi Kredit
15. Menguhubungi Calon Debitur untuk melakukan pengikatan kredit
16. Menginformasikan kepada Debitur mengenai pencairan kreditnya
17. Memonitoring pembayaran kredit dan kolektibilitas pembayaran debitur
18. Memonitoring pending dokumen
19. Membuat laporan aktivitas harian
20. Membuat laporan target market untuk bulan berikutnya
21. Membuat laporan bulanan pencapaian kredit yang terealisasi



Marketing /Account Officer Bank

Tulisan ini, akan membahas mengenai bagaimana peran Account Officer (AO) di bank untuk ikut membangun sektor riil di Indonesia. Bank mempunyai fungsi intermediary….mencari dana (giro, tabungan, deposito), kemudian menyalurkan dalam bentuk pinjaman (kredit). Bagaimana jika terjadi missmatch, dana lebih banyak dari kredit yang disalurkan? Ukuran yang wajar, apabila 90% dari dana bisa disalurkan dalam bentuk kredit atau pinjaman. Disinilah peran Treasury Bank, agar uang yang ada tak menjadi idle, dan tetap menghasilkan.
Account Officer(AO) adalah orang yang bertugas sejak mencari nasabah yang layak sesuai kriteria peraturan Bank , menilai, mengevaluasi, mengusulkan besarnya kredit yang diberikan. Untuk mendapatkan seorang AO yang berkualitas, diperlukan pendidikan yang memadai dan jam terbang, agar bisa mengenali usaha yang layak dibiayai. Sebelumnya AO akan membuat perencanaan, usaha apa saja yang layak dibiayai di wilayahnya , dan berapa kira-kira dana yang diperlukan untuk menyalurkan kredit tersebut. Kemudian AO akan melakukan kunjungan ke usaha nasabah, melakukan wawancara, menggali sebetulnya apa yang diperlukan oleh nasabah tersebut.
Banyak sekali dijumpai, nasabah sebetulnya hanya tahu bahwa dia perlu pinjaman, tapi belum jelas berapa dan untuk apa. Disini diperlukan keahlian seorang AO untuk melakukan probing, agar kebutuhan pinjaman memang sesuai dengan keperluan nasabah (ada unsur tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran).
AO juga sekaligus menjadi konsultan, karena bagi nasabah kecil, tak jarang mereka bisa bercerita, menunjukkan bon-bon, bukti penjualan atau pesanan, tetapi tak bisa membuat laporan keuangan. Disini AO memandu nasabah agar dapat membuat neraca perkiraan usaha nasabah, serta cash flow kemampuan membayarnya. AO juga harus sensitif, apakah nasabah mengatakan yang sebenarnya (disinilah perlunya melakukan probing, cek dan re cek), kemudian melakukan analisa. Selanjutnya AO akan mengusulkan dalam bentuk memorandum analisis kredit kepada atasannya…dan atasan akan meneruskan kedalam komite kredit (loan Comittee) untuk mendapat putusan, apa berupa persetujuan maupun penolakan.
Hubungan AO dan nasabah dapat diibaratkan sebagai hubungan yang mirip dengan suami isteri. Jika AO memilih usaha yang tepat, maka usaha berjalan lancar, dan usaha akan meningkat/membesar, serta Bank tempat AO bekerja akan memperoleh laba. Namun jika usaha nasabah mengalami penurunan, sama seperti seorang isteri yang jatuh sakit, akan mempengaruhi kelangsungan hidup suami, karena suami akan sibuk mengupayakan penyembuhan. Demikian juga seorang AO, jika usaha nasabah turun, maka AO yang baik akan segera mengevaluasi apa yang menjadi penyebabnya, apakah persaingan yang ketat sehingga kalah bersaing di pemasaran. AO akan menjadi seperti seorang dokter, mendiagnosis penyebab sakitnya usaha nasabah dan berusaha menyembuhkan. Disini diperlukan kerjasama dari kedua belah pihak.
Apabila portfolio nasabah yang dibina oleh AO semua dalam kondisi lancar, maka perusahaan akan memetik laba dari interest margin. Namun sebaliknya kegagalan pembinaan AO terhadap nasabahnya juga dapat menyebabkan pendapatan Bank menurun.
Apa hubungannya dari sektor riil? Saya akan membuat ilustrasi, berdasarkan cerita sebenarnya. Seorang AO di Kantor Cabang XX membiayai usaha peternakan ayam petelur kecil-kecilan, kredit yang diberikan Rp 5 juta rupiah pada tahun 70 an. Pengusaha(sebut Qq) tersebut tidak memahami laporan keuangan, sehingga AO mengajarkan dan membuatkan laporan keuangan berdasarkan wawancara dan bukti-bukti pembukuan yang sangat sederhana. Usaha nasabah berkembang, dari peternakan ayam kecil-kecilan di daerah selatan Jakarta, dia membangun toko yang menjual kebutuhan sehari-hari. Toko ini berkembang, menjadi mini market dan kemudian berkembang menjadi super market. Karena merasakan sulitnya mendapat sayuran segar untuk mengisi supermarketnya, maka Qq melakukan kerjasama dengan petani sayuran di Puncak …yang nantinya berkembang menjadi usaha khusus pengumpul sayuran. Saat ini, setelah berjalan di atas 30 tahun, usaha Qq telah meningkat pesat, jumlah pinjaman > Rp.50 miliar dan pekerjanya lebih dari 500 orang. Qq saat ini berperan sebagai komisaris, karena telah menunjuk Direktur yang memimpin perusahaan, yang awalnya juga mulai bekerja di perusahaan Qq sejak dari bawah.
Ini adalah contoh hubungan antara AO dan pengusaha yang akhirnya sukses. Apabila AO di seluruh Indonesia bisa berperan seperti ini, mulai mengajarkan bagaimana agar Qq memahami laporan keuangan ( agar dia bisa mengontrol jalannya perusahaan), serta bagaimana tata cara melakukan ekspor (usaha Qq saat ini juga merambah ekspor asinan dari terong ke Jepang, serta makanan lain), maka kita akan memperoleh wirausaha handal yang juga akan menyerap banyak tenaga kerja.
Jadi menggalakkan kemampuan AO agar berkualitas merupakan kebutuhan Bank, agar dapat menyalurkan pinjaman sesuai sasaran, serta di lihat dari sisi debitur (nasabah) pinjaman tadi dapat meningkatkan usahanya, serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Pembinaan terhadap nasabah, dapat dimulai dari nasabah kecil, yang secara pasti akan meningkat kemampuan usahanya, dan juga meningkat jumlah pinjamannya, dan pada saat nasabah menjadi besar maka akan terjalin hubungan timbal balik yang positif antara Bank dan nasabah, serta diperoleh nasabah-nasabah yang loyal bagi Bank tersebut.
Tak dapat dipungkiri, banyak pelajaran berharga yang diperoleh saat terjadi krisis ekonomi, Bank-Bank yang cepat recovery nya adalah Bank yang mempunyai nasabah potensial dan loyal. Kalaupun usaha nasabah mengalami kemunduran, maka nasabah tadi akan berusaha sekuat tenaga, dibantu oleh AO Bank untuk segera memperbaiki usahanya. Keberhasilan restrukturisasi/penyehatan usaha nasabah, faktor terpenting adalah kemauan atau itikad baik dari nasabah untuk menyelamatkan usahanya. Tanpa kemauan dan itikad baik nasabah, usaha apapun yang dilakukan bank akan sulit berhasil. Oleh karena itu, faktor adanya AO yang berkualitas sangat berperanan dalam menunjang perkembangan Bank, dan di satu sisi dapat meningkatkan kemampuan sektor riil dalam penyerapan tenaga kerja.

Kamis, 17 Maret 2011

MANAJEMEN PERKREDITAN BANK DANA MANDIRI


Kredit dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa aspek pendekatan berikut ini:
  1. Menurut tujuan pemberian
  2. Menurut penggunaan
  3. Menurut jangka waktu kredit
  4. Menurut bentuk jaminan
  5. Menurut Status Hukum Debitur
  6. Menurut segmen usaha
  7. Menurut sifat pemakaian dana
  8. Menurut sumber pembiayaan
  9. Menurut golongan debitur
  10. Menurut dasar kebijaksanaan
  11. Kredit Non Cash (Non Cash Loan)
  1. Menurut Tujuan
Berdasarkan tujuan penggunaan dana yang diperoleh kredit dibagi menjadi dua jenis  yaitu :
  1. Kredit komersial, yaitu kredit yang diberikan untuk memperlancar kegiatan nasabah yang bidang usahanya adalah perdagangan (ditujukan untuk membiayai kebutuhan dunia usaha), baik dalam bentuk kredit revolving maupun kredit dalam bentuk nonrevolving. Contohnya adalah kredit untuk usaha pertokoan, kredit ekspor. Jenis kredit komersial misalnya :
-           pinjaman rekening Koran (overdraft facility)
-           pembiyaan giro mundur
-           pinjaman aksep (demand loan)
-           anjak piutang (factoring)
-           pinjaman berjangka (term loan)
-           bank garansi (bank guarantee)
  1. Kredit konsumtif yaitu, yaitu kredit yang dipergunakan untuk pembelian barang tertentu bukan keperluan usaha (aktivitas produktif) melainkan untuk pemakaian (konsumsi) dan merupakan pinjaman yang bersifat nonrevolving. Jenis kredit konsumtif misalnya :
-           Kredit pemilikan rumah
-           Kredit pemilikan kendaraan
-           Kartu kredit (credit card)
-           Kredit konsumtif lainnya
  1. Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan dalam rangka memperlancar kegiatan produksi debitur. Kredit ini mencakup antara lain kredit untuk pembelian bahan baku dan pembayaran upah.
  2. Menurut Penggunaan
  3. Kredit Modal Kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk tujuan komersial yaitu membuat perusahaan mampu menjalankan usahanya sekalipun arus kas masuk untuk sementara lebih kecil dari arus kas keluar. Besarnya kredit modal kerja dapat diketahui dengan menghitung selisih terbesar antara kewajiban lancar dengan aktiva lancar. Besar maksimum selisih tersebut menunjukkan jumlah dana yang harus didukung oleh perbankan.
  4. Kredit Investasi, yaitu kredit yang diberikan kepada debitur agar dapat membeli barang-barang modal maupun jasa yang diperlukan dalam rangka rehabilitasi, moderniasi, ekspansi, relokasi, dan pendirian usaha baru.
  5. Menurut Jangka Waktu Kredit
Berdasarkan jangka waktu pengembalian, kredit dapat dibedakan menjadi ;
  1. Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang memiliki jangka waktu maksimum satu tahun. Biasanya kredit ini digunakan untuk kelancaran usaha, khususnya penyediaan dana untuk modal kerja.
  2. Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang memiliki jangka waktu di atas satu tahun sampai dengan tiga tahun. Kredit ini umumnya digunakan untuk pembiayaan modal kerja perusahaan-perusahaan besar atau kredit investasi perusahaan-perusahaan kecil.
  3. Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun. Umumnya kredit jangka panjang digunakan untuk membiayai investasi. Makin besar investasinya, makin panjang jangka waktu pembayarannya. Dalam kasus-kasus khusus, yaitu untuk investasi yang mencapai ratusan miliar rupiah bahkan triliunan rupiah, jangka waktu kredit bisa mencapai puluhan tahun. Misalnya kredit untuk pembangunan hotel berbintang lima atau pabrik kimia raksasa yang investasinya mencapai lebih dari dua puluh tahun.
  4. Menurut bentuk Jaminan
Berdasarkan waktu jaminan, kredit dapat dibedakan menjadi :
  1. Kredit dengan jaminan, yaitu kredit yang diberikan karena adanya jaminan dari debitur, baik berupa harta yang bergerak maupun harta yang tidak bergerak. Namun kadang-kadang jaminan yang diberikan bukan barang atau asset financial, melainkan seseorang atau pribadi yang sangat dipercaya oleh bank. Jika terjadi sesuatu yang merugikan dengan kredit, maka orang tersebutlah yang dimintai pertanggungjawaban.
  2. Kredit tanpa jaminan yaitu pemberian kredit dengan tidak berdasarkan barang jaminan. Kredit tanpa jamina biasanya diberikan kepada nasabah lama yang oleh pihak bank telah diketahui benar-benar memiliki reputasi baik dalam membayar angsuran pinjaman (sangat dikenal, teruji, dan dipercaya oleh pihak bank). Selain itu kredit jenis ini dikabulkan oleh bank jika prospek usaha debitur sangat baik dan terkait dengan reputasi debitur tersebut.
  1. Menurut Status Hukum Debitur
Berdasarkan status badan hukum debitur, kredit dapat dibedakan menjadi :
  1. Kredit bagi debitur korporasi, yaitu kredit yang diberikan kepada debitur berstatus badan hukum (corporate loans) dan dalam jumlah kredit berskala menengah/besar.
  2. Kredit bagi debitur perorangan, yaitu kredit yang diberikan bagi debitur berstatus perorangan (personal loans) dan jumlah kredit berskala kecil.
  3. Menurut Segmen Usaha
Berdasarkan segmen usaha debitur, kredit dapat dibedakan menjadi :
  1. Kredit pertanian, yaitu kredit yang disalurkan kepada sektor usaha pertanian seperti peternakan dan perkebunan.
  2. Kredit industri, yaitu kredit yang disalurkan kepada sektor industri, baik industri rumah tangga, industri kecil maupun industri besar, misalnya industri garmen, tempe, kerajinan tangan, farmasi, otomotif dan lain-lain.
  3. Kredit jasa, yaitu kredit yang disalurkan kepada sektor jasa baik UKM maupun besar.
  4. Kredit pertambangan yaitu kredit yang disalurkan kepada beraneka macam pertambangan.
  5. Kredit perdagangan, restoran dan hotel yaitu kredit yang diberikan kepada usaha perdangan,hotel, dan restoran, misalnya kredit kepada eksportir dan atau importir beraneka barang.
  6. Kredit koperasi yaitu kredit yang diberikan kepada jenis-jenis koperasi.
  7. Kredit profesi yaitu kredit yang diberikan kepada beraneka macam profesi
  8. Kredit konstruksi yaitu kredit yang diberikan pada usaha pembangunan dan perbaikan jalan, pasar, lapangan udara, dan lain-lain.
  9. Menurut Sifat Pemakaian Dana
Berdasarkan sifat pemakaian dana, kredit dapat dibedakan menjadi:
  1. Kredit Revolving, yaitu kredit yang dananya dapat ditarik berulang-ulang artinya kredit dapat ditarik sekaligus atau secara bertahap tergantung pada kebutuhan debitur.
  2. Kredit Non-Revolving, yaitu dana yang ditarik sekaligus dan pelunasannya dilakukan secara bertahap maupun sekaligus.
  3. Menurut Sumber Dana Pembiayaan
Berdasarkan sumber dana pembiayaan, kredit dapat dibedakan menjadi:
  1. Kredit likuiditas, yaitu kredit yang sebagian sumber dana pembiayaannya diperoleh melalui Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI).
  2. Kredit Pihak Ketiga, yaitu kredit yang sebagian sumber dana pembiayaannya diperoleh dari dana pihak ketiga (giro, tabungan, deposito)
  3. Menurut Golongan debitur
  4. Kredit kepada penduduk, adalah kredit yang diberikan kepada penduduk, warga negara atau perusahaan yang mempunyai status penduduk Indonesia.
  5. Kredit bukan kepada penduduk, adalah kredit yang diberikan kepada bukan penduduk Indonesia tetapi kepada warga negara asing atau perusahaan yang berstatus perusahaan asing (PMA).
  6. Menurut dasar kebijaksanaan
  7. Kredit umum, adalah kredit-kredit yang diberikan oleh bank, lebih ditekankan pada untung rugi dan prinsip-prinsip bisnis yang berlaku atau dikenal dengan ketentuan bank teknis.
  8. Kredit prioritas, adalah kredit yang penyalurannya berdasarkan prioritas yang disyaratkan oleh pemerintah, misalnya kredit untuk usaha skala kecil.
  9. Kredit Non Cash (Non Cash Loan)
  10. Bank Garansi (Bank Guarranty)
Bank garansi (bank guarranty) adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk surat yang diterbitkan oleh bank maupun lembaga keuangan non bank yang mengakibatkan kewajiban membayar kepada pihak yang menerima jaminan apabila pihak yang dijamin tidak memenuhi kewajiban/janji.
  1. Letter of Credith (L/C)
Fasilitas letter of credith (L/C) diberikan kepada nasabah untuk memperlancar transaksi arus barang, terutama transaksi perdagangan internasional.
  1. RENCANA KEBIJAKAN KREDIT
Rencana kebijakan kredit dimaksudkan sebagai penyusunan segenap komponen yang mengatur perihal perkreditan bank, baik prosedur, jumlah kredit, maupun jangka dan tingkat bunga kredit yang disusun dan dijadikan pedoman bank untuk melaksanakan penyaluran kredit kepada debitur .
Rencana kebijakan kredit yang telah disusun juga digunakan sebagai acuan dalam menilai seberapa besar nilai keberhasilan penyaluran kredit. Menurut Siswanto Sutojo (1997 : 224) kebijakan kredit bank yang komperehensif terdiri dari tiga bagian yaitu :
-           kebijakan umum
-           prosedur pemberian dan pengeluaran kredit
-           pedoman khusus dalam menangani jenis kredit tertentu.
  1. Kebijaksanaan Umum
Kebijakan umum kredit menyangkut: sasaran yang ingin dicapai, strategi pokok penyaluran kredit, daerah pemasaran, standar mutu kredit dan jaminan yang dikehendaki dan batas wewenang persetujuan/pemberian kredit.
  1. Sasaran yang ingin dicapai
Beberapa contoh sasaran yang sering dicantumkan dalam kebijaksanaan kredit bank.
         Pangsa pasar di seluruh daerah operasi dan di setiap sub daerah operasi.
Ø  Tingkat loans to deposit ratio
Ø Pertumbuhan jumlah harta, volume kredit dan modal sendiri
Ø Tingkat keuntungan baik dalam jumlah mata uang maupun dalam satuan rasio profibilitas.
ØDaerah operasi bank tidak terbatas pada batas geografis negara.
Oleh karena itu bank yang beroperasi di beberapa macam sasaran yang berbeda, sesuai dengan pertimbangan masing-masing negara di mana mereka beroperasi. Tingkat loans to deposit ratio yang ditetapkan juga berbeda-beda. Sebagai contoh di negara-negara tertentu bank ingin mencapai loans to deposit ratio sebesar 70% sedangkan karena berbagai macam pertimbangan khusus di negara yang lain mereka menginginkan loans to deposit ratio sebesar 60%.
  1. Strategi pokok penyaluran kredit
Salah satu strategi pokok yang perlu dituangkan dalam kebijaksanaan umum kredit, adalah perpaduan kredit (credit mixed) yang diinginkan bank. Seperti halnya sasaran yang ingin dicapai, perpaduan kredit wajib diutarakan secara konkrit bilamana mungkin dikwantifisir.
Strategi pokok yang kedua yang tidak kalah pentingnya dibanding yang pertama adalah indikasi likuiditas keuangan yang ingin dipertahankan. Hal tersebut disebutkan karena likuiditas keuangan akan menentukan tingkat intensitas kegiatan penyaluran kredit, serta penentuan batasan waktu jangka waktu kredit yang akan disalurkan.
  1. Daerah Pemasaran
Luas daerah pemasaran yang dilayani bank akan tergantung dari berbagai macam faktor antara lain, jumlah dana yang dapat dikuasai, faktor persaingan, jumlah permintaan kredit dari masing-masing daerah dan sejauh mana kemampuan bank memonitor debitur yang jauh letaknya dari kantor pusat atau kantor cabang.
  1. Standar Mutu Kredit dan Jaminan
Untuk memudahkan pelaksanaan analisa permintaan kredit yang diajukan serta meminimalisir resiko kredit di dalam kebijaksanaan umum perlu dimasukkan standar mutu kredit. Jumlah permintaan kredit yang diterima bank, seringkali tidak sedikit. Padahal jumlah kredit yang dapat memenuhi syarat untuk dipenuhi, biasanya hanya sedikit. Oleh karena itu untuk menghemat waktu petugas bank yang menanganinya, syarat-syarat umum dapat dipenuhi debitur agar permintaan kreditnya dapat dipertimbangkan.
  1. Batas Wewenang Memberikan Persetujuan Kredit
Kebijaksanaan umum wajib menentukan batas jumlah kredit yang dapat disetujui oleh tiap jenjang pejabat yang diberi wewenang mengabulkan permintaan kredit.
Sebagian besar bank menentukan pemberian kredit di atas jumlah tertentu memerlukan rekomendasi atau persetujuan komite kredit. Batas jumlah kredit yang dapat disetujui untuk kredit berjaminan, biasanya lebih besar dibandingkan dengan kredit yang sepadan tetapi diberikan tanpa jaminan.
  1. Prosedur Pemberian dan Pengawasan
Kebijakan kredit juga berisikan tentang prosedur pemberian dan pengawasan kredit yang wajib dipenuhi baik oleh bank maupun oleh debitur. Secara garis besar prosedur pemberian kredit menyangkut tiga permasalahan :
  1. Standar dokumentasi kredit
  2. Perlindungan melalui program asuransi
  3. Pengawasan kredit
  4. Pedoman Khusus Penanganan Kredit Tertentu
Cara penanganan kredit yang disalurkan ke sektor ekonomi yang berbeda seringkali tidak sama, karena tiap sektor ekonomi mempunyai kondisi khusus yang tidak sama dengan sektor ekonomi yang lain. Kredit sektor perkebunan misalnya mempunyai kondisi khusus yang berbeda dengan kredit industri manufaktur, perdagangan maupun perikanan. Oleh karena itu cara penanganan kredit sektor perkebunan tidak seluruhnya sama dengan cara penanganan kredit industri manufaktur.
Hal yang sama berlaku dalam penanganan kredit yang dipergunakan untuk tujuan yang berbeda. Cara menangani kredit pemberian rumah misalnya, tidak akan sama dengan penanganan kredit untuk pembelian  bahan baku pabrik.
Dalam kebijaksanaan kredit di samping kebijaksanaan umum, pedoman khusus dalam menangani kredit untuk masing-masing sektor ekonimi dan penggunaan tersebut di atas perlu diberikan secara formal dan tertulis.
  1. ANALISA PERMOHONAN KREDIT
Berdasarkan perdekatan teknis, antara bank yang satu bisa berbeda dengan bank yang lainnya dalam hal menganalisis permohonan kredit calon debitur, namun hakekatnya dasar dan tujuan analisis sama di antara bank-bank tersebut
Pada umumnya langkah yang dilakukan bank sampai dengan menganalisis permohonan kredit meliputi :
  1. Permohonan kredit
Tahap pertama dalam proses pemberian kredit adalah pengajuan permohonan kredit oleh calon debitur. Permohonan ini bisa diajukan secara tertulis tetapi dalam prakteknya lebih banyak dilakukan secara lisan. Pada tahapan ini bank (account officer) berkenalan dengan calon debitur, terutama apabila calon debitur tersebut bukan merupakan nasabah bank.
Pada kontak awal ini masing-masing pihak saling berkenalan. Calon debitur mengemukakan maksudnya secara sekilas. Apabila calon debitur sama sekali baru bagi bank, ia menceritakan secara singkat usahanya (apabila ia seorang pengusaha) atau tentang pekerjaannya (apabila ia seorang karyawan). Pada saat itu juga calon debitur mengajukan jumlah kredit yang ia ingin peroleh dari bank serta tujuannya. Bisa juga terjadi calon debitur menyerahkan fotocopi surat jaminan yang akan dimasukkan ke bank seperti sertifikat tanah, BPKP, dan lain-lain.
  1. Aspek-aspek Yang Dipertimbangkan Dalam Pemberian Kredit
  2. Pengumpulan Data dan Pengamatan Jaminan
Apabila permohonan kredit dinilai layak maka pihak bank dalam hal ini petugas Account Officer (AO) akan mengadakan pengumpulan data lapangan baik menyangkut data pribadi maupun reputasi dan hal-hal lain yang berhubungan dengan bisnis calon debitur antara lain :
         Identitas calon debiturØ
         Bidang usaha, lokasi dan lama usahaØ
         Daftar supplier (seperti nama dan alamat) uØntuk usaha tersebut dan sistem pembelian apakah pembelian dilakukan secara tunai (cash) atau secara kredit. Apabila pembelian dilakukan dilakukan dengan sistem kredit, bagaimana kebijakan kredit yang diterapkan (sistem pembayarannya).
         Daftar langganan (seperti nama dan alamat) serta sistemØ penjualan yang diterapkan calon debitur, apakah penjualan secara tunai atau dilakukan secara kredit. Apabila secara kredit bagaimana sistem pembayarannya.
         Data keuangan seperti omzet, laba, dan lain-lain. ApabilaØ ada, AO akan meminta laporan keuangan calon debitur (baik yang telah diaudit maupun yang belum) meliputi laporan rugi laba dan neraca untuk memperoleh gambaran mengenai struktur keuangan calon debitur.
         Apabila ada, AO juga akan meminta fotokopi rekening koranØ beberapa bulan terakhir. Apabila calon debitur memiliki fasilitas kredit di bank lain, ia juga akan mencari tahu tentang kondisi kredit tersebut seperti jenis kredit, jumlah fasilitas, suku bunga, dan kondisi lainnya.
         Untuk badan hukum (PT, CV) juga dikumpulkan data mengenaiØ manajemen perusahaan selain akte pendirian perusahaan dan perubahan-perubahannya.
         Apabila usaha yang akan dibiayai adalah usaha baru, AOØ perlu mengetahui rencana-rencana kerja calon debitur untuk usaha barunya seperti manajemen, rencana pemasarannya, rencana produksi dan lain-lain.
         Untuk calon debitur yang merupakan karyawan murni tentuØ saja data yang dikumpulkan tidak akan sekompleks yang diuraikan di atas, biasanya untuk karyawan data yang dikumpulkan adalah:
  1. Nama perusahaan tempat ia bekerja, lamanya ia bergabung dengan perusahaan tersebut, serta jabatan calon debitur. Seringkali calon debitur diminta daftar riwayat pekerjaannya.
  2. Besarnya penghasilan per bulan yang biasanya dibuktikan dengan surat keterangan gaji.
  3. Sumber dan jumlah penghasilan tambahan apabila ada.
  4. Jumlah tanggungan seperti jumlah anak.
  5. AO juga perlu mengetahui apakah karyawan tersebut memiliki kredit yang lain. Hal ini perlu diketahui karena pada umumnya kredit yang diminta karyawan adalah kredit konsumsi (seperti KPR) sehingga jika ia memiliki kredit di tempat lain (yang dilakukan secara cicilan), hal tersebut langsung mempengaruhi kemampuan mengangsur kredit.
  6. Analisis Kredit
Tahap yang paling menentukan dalam analisis dan pengambilan keputusan pemberian kredit adalah penentuan layak atau tidak permohonan kredit calon debitur. Di sisi pihak bank, khususnya AO dituntut objektif dan konsisten atas hasil analisa dengan berpegang pada prinsip-prinsip kelayakan kredit.
Dalam dunia perbankan prinsip analisis kredit dikenal dengan konsep 5C; yaitu :
  1. Character (watak)
AO harus mencari tahu sifat-sifat dari calon debitur. Hal ini terutama berhubungan dengan kemauan dari calon debitur untuk melakukan kewajiban-kewajibannya. Bank selalu ingin kredit yang diberikannya dapat kembali (dilunasi) pada waktunya. Bank akan berusaha memberi kredit hanya kepada debitur yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap persetujuan yang dibuat. Analisis ini lebih cenderung merupakan analisa kualitatif yang tidak terbaca dengan angka-angka yang disajikan. Tanpa itikad yang baik dari debitur lebih baik kredit tidak diberikan.
Untuk memperoleh informasi tersebut seorang AO dapat melakukannya dengan mencari informasi melalui:
         Sesama account officer baik dari bank yang sama maupun bankØ yang berbeda. Seringkali nasabah bercerita tentang pihak lain yang berhubungan kepada AO yang memegang account-nya .
         Nasabah bank yang memiliki bidang usaha yang sama denganØ calon debitur. Misalnya sama-sama pedagang mobil bekas, perusahaan tekstil dan lain-lain.
         Supplier atau mitra dagang dari pemohon. Dengan mencariØ informasi dari supplier AO dapat mengetahui sistem pembelian yang diperoleh pemohon dan ketetapan membayar dari calon debitur. Dengan demikian AO dapat mengetahui sejauh mana calon debitur mampu memenuhi kewajibannya.
  1. Capacity (kapasitas)
Pada analisa ini bank berusaha mengetahui kemampuan manajemen mengoperasikan perusahaannya sehingga dapat memenuhi kewajibannya terhadap bank secara rutin dan pada saat jatuh tempo. Kapasitas ini menunjukkan kemampuan riil dari perusahaan untuk merealisasikan rencana yang telah dibuatnya. Sebagian aspek ini dapat dibaca dari laporan keuangan yang disediakan perusahaan seperti kondisi likuiditas (kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan jangka pendek maupun solvabilitas atau kebutuhan jangka panjang yang jatuh tempo), rentabilitas (kemampuan perusahaan untuk mencapai laba dari hasil operasinya), dan aspek keuangan lain  yang merupakan refleksi kemampuan manajemen. Di samping angka-angka, aspek kapasitas ini juga harus dianalisis secara kualitatif, yaitu kemampuan manajemen meliputi umur, pengalaman di bidangnya, dan pendidikan. Untuk mengukur kemampuan ini maka sering kali AO meminta daftar riwayat hidup dari calon debitur atau manajemennya apabila calon debitur adalah perusahaan.
  1. Capital (modal)
Analisis aspek capital ini meliputi struktur modal yang disetor, cadangan-cadangan dan laba yang ditahan dalam struktur keuangan perusahaan. Besarnya modal sendiri ini menunjukkan tingkat resiko yang ikut dipikul oleh debitur dalam pembiayaan suatu proyek.
  1. Condition (kondisi)
Analisis terhadap aspek ini meliputi analisis terhadap variabel ekonomi makro yang melingkupi perusahaan baik variabel regional, nasional, maupun internasional. Variabel yang diperhatikan terutama adalah variabel ekonomi (walaupun tidak terlepas juga bank perlu memperhatikan variabel lainnya seperti kondisi politik, perundang-undangan, dan lain-lain)
  1. Collateral (jaminan)
Penilaian ini meliputi penilaian terhadap jaminan yang diberikan debitur sebagai pengaman kredit yang diberikan bank. Penilaian tersebut  meliputi kecenderungan nilai jaminan di masa depan dan tingkat kemudahan mengkonversikannya menjadi uang tunai (marketability).
Selain konsep/prinsip 5C tersebut di atas dalam prakteknya bank juga seringkali    menetapkan dasar penilaian lain yang sering disebut dengan prinsip 7P dan prinsip 3R; yaitu:
  1. Personality
Bank mencari data tentang kepribadian calon debitur seperti riwayat hidupnya (kelahiran, pendidikan, pengalaman, usaha/pekerjaan, dan sebagainya), hobi, keadaan keluarga (istri, anak), social standing (pergaulan dalam masyarakat serta bagaimana pendapat masyarakat tentang diri si peminjam), serta hal-hal lain yang erat hubungannya dengan kepribadian si peminjam.
  1. Purpose
Mencari data tentang tujuan atau keperluan penggunaan kredit. Apakah akan digunakannya untuk berdagang, atau untuk membeli rumah atauuntuk tujuan lainnya. Selain itu apakah tujuan penggunaan kredit itu sesuai dengan line of business kredit yang bersangkutan. Misalnya, tujuan atau keperluan kredit untuk perkapalan sedangkan line of business bank dalam bidang pertanian.
  1. Prospect
Yang dimaksud dengan prospect adalah harapan masa depan dari bidang usaha atau kegiatan usaha si peminjam. ini dapat diketahui dari perkembangan usaha peminjam selama beberapa bulan/tahun, perkembangan keadaan ekonomi perdagangan, keaadaan ekonomi/perdagangan sektor usaha si peminjam, kekuatan keuangan perusahaan yang dibuat dari earning power (kekuatan pendapatan/keuntungan) masa lalu dan perkiraan masa mendatang.
  1. Payment
Mengetahui bagaimana perkiraan pembayaran kembali pinjaman yang akan diberikan. Hal ini dapat diperoleh dari perhitungan tentang prospek, kelancaran penjualan dan pendapatan sehingga dapat diperkirakan kemampuan pengembalian pinjaman ditinjau dari waktu serta jumlah pengambilannya.
  1. Profitability
Menilai berapa tingkat keuntungan yang akan diraih calon debitur, bagaimana polanya, apakah makin lama makin besar atau sebaliknya.
  1. protection
Menilai bagaimana calon debitur melindungi usaha dan mendapatkan perlindungan usaha. Apakah dalam bentuk jaminan barang, orang atau asuransi.
  1. Parti
Bertujuan mengklasifikasi calon debitur berdasarkan modal, loyalitas, dan karakternya. Pengklasifikasian ini akan menentukan perlakuan bank dalam hal pemberian fasilitas.
Tujuh unsur dalam konsep 7P sebenarnya mempunyai kesamaan dengan lima unsur dalam 5C. Misalnya unsur kepribadian memiliki kesamaan dengan unsur karakter. Sedangkan unsur tujuan, prospek, dan pembayaran dapat memperjelas unsur  kapasitas dalam konsep 5C. Unsur perlindungan dalam 7P mungkin dapat disamakan dengan kollateral dalam konsep 5C.
Prinsip 3R
Tiga komponen dalam prinsip 3R adalah:
  1. Tingkat pengembalian usaha (return)
  2. Kemampuan membayar kembali (repayment)
  3. Kemampuan menanggung resiko (risk bearing ability)
Unsur-unsur yang dibahas dalam konsep 3R sebenarnya telah dibahas dalam analisis aspek-aspek yang harus dipertimbangkan dalam pemberian kredit. Hanya saja konsep 3R memberi penekanan kepada aspek finansial dari analisis kredit.
  1. Pengawasan Kredit
Pengawasan kredit merupakan proses penilaian dan pemantauan kredit sejak analisis, bukanlah aktivitas untuk mencari kesalahan/penyimpangan debitur khususnya dalam menggunakan kredit. Melainkan upaya menjaga agar apa yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana kredit. Selain itu bahwa proses pengawasan kredit telah dimulai sejak dini (saat penilaian jaminan).
Menurut Muchadarsyah Sinungan (1993 : 263), pengamanan kredit merupakan suatu mata rantai kegiatan bank. Langkah pengamanan ini dimulai sejak bank merencanakan untuk memberikan kredit. Dalam menyusun rencana dengan sekaligus perhitungan plafon, bank telah memperhitungkan berbagai segi yang dapat dijangkau oleh kemampuan operasional. Mengatur alokasi kredit ke arah sektor-sektor yang bervariasi, diberikan kepada nasabah-nasabah mana serta dengan jumlah plafond berapa dan sebagainya, merupakan langkah-langkah untuk menjaga keamanan kredit. Dengan demikian pengawasan kredit menurut tujuannya dapat dibedakan menjadi:
  1. Preventif Control
Merupakan pengawasan kredit yang dilakukan sebelum pencairan kredit dengan bertujuan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan penggunaan kredit.
  1. Refresif Control
Merupakan pengawasan kredit yang dilakukan setelah pencairan dan saat penggunaan kredit dengan tujuan untuk mengatasi setiap penyimpangan yang terjadi.
Tujuan Pengawasan Kredit
Secara rinci tujuan atau sasaran pengawasan kredit dapat dijelaskan sebagai berikut :
  1. Agar penjagaan dan pengawasan dalam pengelolaan kekayaan bank di bidang perkreditan dapat dilakukan dengan baik, untuk menghindarkan penyelewengan baik dari intern maupun ekstern bank.
  2. Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data administrasi di bidang perkreditan serta penyusunan dokumentasi perkreditan yang lebih baik.
  3. Untuk memajukan efisensi di dalam pengelolaan dan tata laksana usaha di bidang perkreditan dan mendorong tercapainya rencana yang telah ditetapkan.
  4. Untuk menilai tingkat kepatuhan terhadap aturan yang telah ditetapkan dan penggarisan dalam manual perkreditan dalam pencapaian sasaran.
Sarana Pengawasan Kredit
Sarana pengawasan dalam perkreditan adalah sama dengan sarana administrasi perkreditan namun ditinjau dari sudut pandang yang berbeda. Sarana pengawasan yang mempunyai tingkatan yang tertinggi adalah perundang-undangan yang mengatur perbankan dan kegiatan perdagangan pada umumnya dan yang khususnya mengatur perkreditan.
Tingkatan berikutnya Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Pemerintah Daerah dan terakhir Keputusan Manajemen Bank. Agar ketentuan-ketentuan di atas dapat berjalan dengan baik maka perlu dituangkan dalam bentuk sarana pengawasan sebagai berikut :
         Hardware (perangkat keras), meliputi berbagai bentukØ formulir standar, berbagai alat tulis kantor, alat deteksi dokumen palsu, mesin-mesin tik, mesin hitung, computer, filling cabinet, alat komunikasi, alat transportasi dan lain sebagainya.
         Tenaga kerja yang merupakan sumber daya manusia, sebagaiØ tenaga pelaksana dan staf, agar perangkat-perangkat keras tersebut dapat berfungsi dengan baik sebagai operator atau sebagai pengelolanya.
         Software (perangkat lunak), agar perangkat keras dan tenagaØ kerja tersebut dapat berfungsi dengan baik dan terarah, maka perlu ada kumpulan, aturan main yang disusun secara sistematis yang berlaku dalam organisasi bank maupun yang berlaku secara khusus dalam bidang perkreditan.
Perangkat lunak yang diperlukan sebagai pengawasan antara lain meliputi buku pedoman kerja (manual perkreditan) yang disusun secara lengkap, sistematis dan up to date karena akan dipakai sebagai tolok ukur dalam pelaksanaan kerja sehari-hari. Bila ada ketentuan atau kebijakan yang khusus secepat mungkin diimplementasikan, dapat juga dituangkan dalam bentuk surat edaran, untuk penyempurnaan buku manual perkreditan.





MANAJEMEN KREDIT MACET PADA PERBANKAN DI INDONESIA

LATAR BELAKANG MASALAH
Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan ditegaskan bahwa “Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus dapat memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.” Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan asas perkreditan yang sehat, maka setiap bank diwajibkan membuat suatu kebijakan perkreditan secara tertulis yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam pemberian kredit sehari-hari. Dalam SK Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 ditetapkan bahwa dalam pemberian kredit tersebut sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut :
1. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan
2. Organisasi dan manajemen perkreditan
3. Kebijaksanaan persetujuan pemberian kredit
4. Dokumentasi dan administrasi kredit
5. Pengawasan kredit
6. penyelesaian kredit bermasalah
Dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan perkreditannya bank wajib mematuhi kebijaksanaan perkreditan yang telah dibuat tersebut secara konsekuen dan konsisten. Kebijaksanaan perkreditan harus sudah diterapkan dan dilaksanakan selambat-lambatnya pada tanggal 1 januari 1996. Bagi Bank yang telah mempunyai pedoman tersebut dengan memperhatikan semua aspek-aspek tersebut di atas. Sedangkan bagi Bank yang baru memperoleh izin usaha wajib memiliki dan menerapkan serta melaksanakan kebijaksanaan perkreditan sejak memulai melakukan kegiatan usahanya.
Apabila dalam pelaksanaannya ternyata bank memberikan kredit tidak sesuai dengan kebijaksanaan perkreditan yang telah ditetapkannya, maka Bank Indonesia akan memberikan sanksi yang mempengaruhi penilaian kesehatan bank dan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pedoman tersebut wajib dibuat mengingat bahwa sesuai dengan pengertian kredit, maka lingkup pemberian kredit mencakup banyak aspek dan mengandung resiko yang bervariasi, baik langsung maupun tidak langsung.
PEMBATASAN MASALAH
Dari banyaknya permasalahan kredit bank, menurut ketentuan Bank Indonesia kredit dapat digolongkan menjadi 3 yaitu : Kurang lancar (KL), Diragukan (D), Macet (M). dari ketiga permasalahan kredit tersebut, penulis membatasi pada permasalahan kredit yang menyangkut kredit macet.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Kredit
Berdasarkan undang – undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yaitu mewajibkan pihak peminjaman untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
2. Pengertian kredit bermasalah
Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan.
3. Penyebab kredit macet
a. Error Omission (EO)
Timbulnya kredit macet yang ditimbulkan oleh adanya unsur kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.
b. Error Commusion
Timbulnya kredit macet karena memanfaatkan lemahnya peraturan atau ketentuan yaitu memang belum ada atau sudah ada, tetapi tidak jelas.
Kredit-kredit yang disalurkannya jika banyak yang macet akan menimbulkan kerugian yang besar. Kerugian yang besar ini akan menghambat operasi perusahaan. Dan supaya kegiatan perbankan tidak terganggu, maka nanti Pemerintah juga yang harus memberi injeksi modal. Artinya, rakyat juga yang harus menanggung beban yang ditimbulkan oleh kredit macet itu. Selain itu, bank-bank. Pemerintah hingga kini masih dominan dalam jumlah asset terhadap keseluruhan aset perbankan nasional. Biasanya di saat kredit macet terjadi dan dilakukan pemeriksaan, maka persoalannya tidak akan lepas dari EO dan EC atau bahkan karena dua-duanya.
Berdasarkan pengalaman kasus-kasus perbankan nasional yang berkaitan dengan kredit macet mnimbulkan semacam persepsi yang cenderung menjadi suatu “mitos” yang masih dianut, antara lain adalah :
1). Bahwa bank tidak mengalami kerugian akibat resiko kredit. Atas pemahaman ini, maka merupakan kesalahan sekaligus “kejahatan” besar apabila pada sebuah bank tercatat adanya kredit macet. Padahal risiko kredit jelas merupakan risiko yang selalu ada dan tidak bisa dihindari.
2). Dalam setiap kasus kredit macet, maka selalu diartikan itu karena terjadi kolusi dan atau korupsi apakah oleh pihak oknum bankir ataupun oknum nasabahnya. Hal tersebut bisa saja terjadi, tetapi tidak semua kredit macet karena kolusi dan korupsi.
3). Dalam setiap penanganan kredit macet selalu mengutamakan pendekatan “sapu jagat” di mana going concern baik bank dan perusahaannya menjadi diabaikan. Kalau kredit macet itu karena ulah oknumnya, maka bukan berarti bank ataupun perusahaannya harus dimatiin. Bank yang tercemar akan menimbulkan efek domino berupa terjadi krisis kepercayaaan terhadap industri perbankan. Efek domino itu sering negative melalui pencairan dana dan melarikannya ke luar negeri.
4). Ada kecenderungan kajian atas kredit macet mengabaikan term of reference masa lalu. Kredit yang diputus tahun 2000, misalnya, dan kemudian macet tahun 2004, maka berusahalah dikaji atas dasar term of reference pada tahun 2000. Misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan asumsi.
Dengan pedekatan term of reference, biasanya akan diketehui apakah redit macet itu karena error omission atau error commission. Jadi kesalahannya bias saja bukan pada dasar keputusannya, tetapi karena masalah monitoring dan pembinaan bank terhadap nasabahnya. Sama-sama salah, tetapi esensi- nya menjadi lebih jelas dan memudahkan menemukan siapa yang bertanggung jawab, bukan siapa yang dipersalahkan.
Harusnya kalau kredit macet itu terbukti memang karena oknumnya yang salah, maka segera saja proses secara hukum terhadap oknumnnya. Itu pun dengan tetap menjaga asa praduga tak bersalah. Adalah sangat bijak kalau bank dan perusahaannya bisa dibiarkan berjalan terus apakah oleh manajemen baru atau kalau perlu ditunjuk dari kalangan professional atas dasar penugasan dari Negara. Sebab sangatlah tidak tepat dan bijaksana kalau perusahaannya harus ditutup di mana para pekerjanya yang sama sekali tidak bersalah akan ikut menjadi korbannya.
4. Penyelamatan dan penyelesaian kredit macet
Apabila sampai terjadi kredit bermasalah, maka harus melakukan upaya-upaya dalam mengatasi kredit bermasalah sampai tidak ada alternative lainnya, serta melakukan penghapusan kredit dan pengelolaan kredit yaitu telah dihapus bukukan. Penyelamatan kredit bermasalah tersebut dilakukan dengan cara (Recedulling, Reconditioning, Retructurng).
a. Penjadwalan kembali (Rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya.
b. Persyaratan kembali (Reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya, sepanjang tidak menyangkut maksimum saldo kredit.
c. Penataan kembali (Restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang meliputi reschedulling, reconditioning.
Mencegah terjadinya kredit macet
Untuk mencegah terjadinya kredit macet pihak bank harus melakukan analisis sebagai berikut kepada calon krediturnya. Analisis ini dapat dilakukan dengan menggunakan kerangka 5C, 3R dan analisis Rasio.
a. Kerangka 5C
· Character
Pihak bank harus mengenali sifat dan watak calon kreditur. Apakah ia mau memenuhi kewajibannya untuk melunasi kredit? Hal ini penting untuk diketahui, karena dapat memengerahui keputusan untuk dapat memberikan kredit atau tidak. Pihak bank harus memahami karakter calon kreditur menyangkut apakah kreditur seseorang yang dapat dipercaya.
Pihak bank dapat mengetahui dengan melihat latar belakang calon kreditur baik itu pekerjaan, sifat pribadi, cara hidup, gaya hidup, keadaan keluarga, hobi dan jiwa sosial.
· Capacity
Pihak bank harus mengukur kemampuan nasabah untuk melunasi kewajiban hutangnya, melalui pengelolaan perusahaannya secara efektif dan efisien. Jika nasabah dapat menegelola perusahaannya dengan baik, maka perusahaan bisa memperoleh keuntungan dan memungkinkan untuk dapat mengembalikan pinjaman. Capacity dapat dilihat dari data-data masa lalu (track record) perusahaan.
· Capital
Pihak bank dapat melihat kondisi keuangan nasabah melalui analisis keuangan, seperti analisis rasio. Pihak bank sebaiknya melihat komposisi hutang dan modal sendiri. Jika hutang terlalu besar, maka kemungkinan perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan juga akan semaikn besar.
Selain itu untuk melihat penggunaan modal apakah efektif atau tidak, dapat dilihat dari laporan keuangan yang disajikan dengan pengukuran atas rasio-rasio keuangan. Analisis capital juga harus menganalisis dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini, termasuk persentase modal yang digunakan untuk membiayai proyek yang akan dijalankan (Capital Structure).
· Collateral
Collateral adalah aset yang dijaminkan untuk suatu pinjaman. Jika karena sesuatu hal, pinjaman tidak bisa dikembalikan, maka pihak bank berhak untuk meminta jaminan tersebut.
· Conditions
Pihak bank sebaiknya mempertimbangkan kondisi perekonomian, sosial, dan politik yang dapat memengaruhi kemampuan nasabah untuk mengembalikan pinjaman. Jika kondisi perekonomian memburuk, maka kemungkinan nasabah mengalami kesulitan keuangan dapat semakin tinggi, yang membuat kemampuan perusahaan mengalami kesulitan melunasi pinjaman.
b.Kerangka 3R:

1. Returns

Pihak bank harus dapat memperkirakan bahwa kredit yang diberikan kepada nasabah dapat menghasilkan return (pendapatan) yang memadai.
2. Repayment capacity
Pihak bank harus dapat memastikan bahwa nasabah mampu untuk melunasi pinjamam dan bunganya pada saat pembayaran tersebut jatuh tempo.
3. Risk-bearing ability
Pihak bank perlu mempertimbangkan jaminan yang dimiliki oleh nasabah. Jaminan tersebut dapat digunakan apabila nasabah menghadapi risiko kegagalan atau ketidakpastian yang berkaitan dengan penggunaan kredit yang diberikan.
KESIMPULAN
Adanya kredit bermasalah tersebut akan menyebabkan menurunnya pendapatan bank, selanjutnya memungkinkan terjadinya penurunan laba. Kredit bermasalah dapat dilakukan secara sistematis dengan mengembangkan system “pengenalan diri” yang berupa suatu daftar kejadian atau gejala yaitu diperkirakan dapat menyababkan suatu pinjaman berkembang menjadi kredit bermasalah.
Dengan deteksi dan pengenalan diri akan sangat penting untuk mengantisipasi kemungkinan masalah yang timbul, baik secara individual maupun secara portofolio kredit dan menyusun rencana serta mengambil langkah sebelum masalah benar-benar terjadi.





Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Perkreditan







Dalam pelaksanaan manajemen perkreditan ada faktor-faktor yang mempengaruhi kepada usaha untuk pemberian kredit Menurut H. Moh. Tjoekam, SE dalam bukunya Perkreditan, Bisnis Inti Bank Komersial (1999 ; 60), yaitu :
1. Perkembangan Tingkat Bunga
Yaitu : bagaimana peningkatan bunga menentukan besarnya pengembalian suatu kredit dan mempengaruhi terhadap proses manajemen kredit tersebut.
2. Mobilisasi Dana
Yaitu : bagaimana bank mengatur penggunaan dana untuk keperluan kredit agar usaha-usaha yang dilakukan oleh bank dapat terlaksana dengan baik dan optimal.

Pendapatan
Pengertian pendapatan
Pendapatan merupakan suatu elemen yang menentukan laba rugi perusahaan. Pendapatan harus diakui sebagai mana mestinya atau direalisasikan dengan tepat, maka dari itu konsep pendapatan sulit dirumuskan karena dikaitkan dengan prosedur akutansi yang spesifik, jenis perubahan nilai tertentu dan standar yang berlaku umum untuk menetapkan kapan pendapatan itu harus diakui. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari beberapa defenisi menurut para ahli dan organisasi profesi mengenai pendapatan
Ikatan Akutansi Indonesia mendefenisikan’
“pendapatan adalah arus kas masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktifitas normal perusahan selama suatu periode bila harus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasak dari kontribusi penanaman modal"
dari difinisi diatas dijelaskan bahwa pendapatan hanya dari harus masuk bruto manfaat ekonomi yang diterima oleh perusahaan itu sendiri. Jumlah yang ditagih atas nama pihak ketiga, seperti pajak tambahan nilai bukan merupakan manfaat ekonomi yang mengalir ke perusahaan dan tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas dan kerena itu harus dikeluarkan dari pendapatan.
Belkaoui mengemukakan
“pendapatan bersal dari penjualan barang dan pemberian jasa dan diukur oleh beban yang dikenakan pada pelanggan, klien atau penyewa untuk barang dan jasa yang diberikan kepada mereka. Pendapatan ini mencakup juga keuntungan dari penjualan atau pertukaran aktiva (selain dari pada saham dalam perdagangan), bunga dan defiden yang diperoleh dari investasi dan kenaikan lain dalam ekuitas pemilik kecuali yang berasal dari kontribusi modal dan penyesuain modal”.
Defenisi ini menekankan bahwa pendapatan ini merupakan produk perusahan yang dukur pada sejumlah aktva baru yang diterima dari langganan dan timbulnya aktiva baru akibat pendapatan melebihi beban atau biaya yang dibebakan pada suatu produk, dengan kata lain mengakui arus yang diakibatkan oleh keberhasilan perusahaan dalam operasi.

Sumber-sumber pendapatan
pendapatan merupakan hasil dari penjualan barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh perusahaan dengan memperhitungkan jumlah rupiah yang diterima atau dengan kata lain berdasarkan jumlah  yang dibebankan kepada konsumen atas barang-barang  dan jasa-jasa yang diserahkan tersebut kepada pelanggan atau konsumen, sumber pendapatan juga berasal dari keuntungan hasil penjualan atau pemindahan aktiva yang diperdagangkan dan deviden dari hasil investasi dan juga segala sesuatu yang berasal dari pemasukan modal dan penyesuaian modal yang akan berakibat naiknya jumlah aktiva pada suatu perusahaan.
Jumlah rupiah aktiva perusahaan menjadi bertambah melalui berbagai cara tetapi tidak semua cara tersebut mencerminkan timbulnya pendapatan. Bagian penting proses penentuan laba adalah membedakan tambahan aktiva yang menunjukan dan mengukur pendapatan dengan tambahan aktiva yang tidak menunjukkan timbulnya pendapatan.
Ikatan Akutansi Indonesia menyatakan sumber-sumber pendapatan suatu perusahaan adalah:
a. Penjualan barang
Barang meliputi barang yang diproduksi perusahan untuk dijual atau barang yang dibeli untu dijual kembali, seperti barang  dagang yang dibeli pengecer atau tanah dan properti lain yang dibeli untuk dijual kembali.
b. Penjualan jasa
Penjualan jasa biasanya menyangkut pelaksanaan tugas yang secarakontrktual yang disepakati untuk dilaksanakan tugas yang secara kontraktual yang disepakati untuk dilaksanakan selama periode waktu yang disepakati oleh perusahaan. Jasa tersebut dapat diserahkan selama satu peride atau selama lebih dari satu periode
Penggunaan aktiva oleh pihak-pihak menimbulkan pendapatan dalam bentuk :
• Bunga  : Pembebanan untuk penggunaan kas atau setara kas atau jumlah terhutang kepada perusahaan.
• Royalti  : Pembebanan untuk penggunaan  aktiva jangka panjang perusahaan, misalnya hak paten, merek dagang dan hak cipta.
• Deviden   : Distribusi laba pada pemegang investasi equitas sesuai dengan proporsi mereka dari jenis modal tertentu.
Menurut Paton dan Littleton, Manajemen Pemasaran (1993:80) tambahan jumlah rupiah aktiva dapat berasal dari :
1. Transaksi modal (Pembelanjaan) yang mengakibatkan adanya tambahan dana yang ditanamkan pihak pemegang obligasi (kreditor) dan pemegang saham.
2. Laba dari penjualan aktiva yang bukan berupa barang dagang seperti aktiva tetap, surat-surat berharga, penjulan anak atau cabang perusahaaan.
3. Hadiah, sumbangan ataupun penemuan
4. Revaluasi aktiva
5. Penyerahan produk perusahaan yaitu aliran hasil penjualan produk
Dari kelima sumber tambahan aktiva diatas hanya butir terakhir yang harus diakui sebagai sumber utama pendapatan walaupun laba atau rugi mungkin timbul dalam hubungannya dengan penjualan aktiva selain produk sebagaimana disebut dalam butir dua.
Harnanto mengklasifikasikan pendapatan sebagai berikut :
1. Pendapatan yang berasal dari usaha pokok
a. Hasil penjualan (Perusahaan dagang dan manufaktur)
b. Pendapatan jasa angkutan (perusahaan transportasi)
2. Pendapatan diluar usaha
Pendapatan diluar usaha meliputi semua aktiva yang didapat atau berkurangnya hutang-hutang perusahaan, selain yang berasal dari :
• Transaksi penjualan barang dagang jadi dan penyerahan jasa yang dihasilkan dari kegiatan  (usaha) pokok perusahaan kepada pembeli atau pemakai jasa.
• Pembelian, setoran modal oleh pemilik dan trasaksi modal lainnya.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan berasal dari :
1. Operating revenue
Merupakan pendapatan yang berasal dari penjulan barang-barang dan jasa-jasa yang merupakan kegiatan operasi utama dari suatu perusahaan yang berkesinambumngan selam satu periode.
2. Pendapatan yang berasal dari operasi insidentil atau non operating revenue dan bisa juga pendapatan yang memang kontinue tetapi dari segi jumlahnya dianggap tidak material jika dibanding dengan hasil yang diterima dari aktifitas utamanya.
Pengukuran Pendapatan
1. Dasar dalam mengukur pendapatan
Dalam perhitungan laba rugi perusahaan secara periodik, ada dua hal utama yang menjadi masalah disini yaitu pendapatan dan biaya. Pendapatan dan biaya baru akan bermanfaat bagi perhitungan laba rugi bila telah diketahui besar dan jumlahnya. Untuk mengetahui berapa besarnya pendapatan yang diterima tersebut maka dilakukan pengukuran pendapatan. Pendapatan diukur dengan nilai tukar barang dan jasa-jasa yang dihasilkan perusahaan.
Seperti yang dikemukakan oleh Ahmed Belkoui :
“ Pendapatan diukur dalam satuan nilai produk atau jasa yang dipertukarkan dalam suatu transaksi dengan pihak-pihak independen. Nilai ini mencerminkan baik kas netto yang equivalen ataupun nilai diskonto tunai dari uang yang diterima atau yang akan diterima dalam pertukaran mutu produk-produk atau jasa-jasa yang ditransfer perusahaan kepada pelanggan”
Dapat diambil kesimpulan bahwa cara terbaik dalam mengukur pendapatan adalah dengan nilai tukar dari barang-barang dan jasa. Nilai tukar ini merupakan kas equivalen atau present value dari tagihan-tagihan yang diharapkan akan diterima dari transaksi pendapatan.
2. Hal-hal yang mempengaruhi pengukuran pendapatan
Terdapat beberapa elemen yang mengakibatkan tidak seluruh harga jual dalam transaksi penjualan dapat dibebankan atau merupakan tagihan kepada langganan. Setiap hal yang mengakibatkan tidak seluruh harag jual yang disepakati dapat dibebankan dan ditagih kepada pembeli, maka harus diberlakukan sebagai pengurangan pendapatan.
Theodarus M Tuannakota :
“Dari pengakuan pendapatan dengan kas equivalen atau present value dari uang yang diterima, jelas bahwa return penjulan, potongan-potongan dan pengurangan-pengurangan lain dari harga jual harus dikurangkan dari pendapatan. Yang sering menimbulkan keraguan adalah perlakuan atas potongan tunai (cash discount) dan kerugian-kerugian yang timbul dari tidak tertagihnya suatu piutang”.
Dari defenisi  diatas ada beberapa  hal yang mempengaruhi pendapatan yaitu
1. Potongan Tunai
Potongan tunai merupakan suatu persyaratan kredit kepada langganan dalam usaha untuk mendapatkan dengan cepat pembayaran kas atas penjulan yang dilakukan Pembayaran  kredit ini berbentuk potongan tunai dengan syarat pembazaran dilakukan pada waktu tertentu.
2. Potongan Penjualan
Merupakan potongan yang diberikan kepada langganan untuk jumlah atau kwantitas pembelian produk pada tingkat harga tertentu. Penjulan dicatat sebesar harga jual yang ditetapkan dan tagihan dicatat sebesar harga nettonya. Selisih harga jual yang ditetapkan dengan tagihan yang dicatat dalam rekening potongan penjulan
Terdapat dua cara dalam mencatat potongan penjualan yaitu
1. Potongan penjualan baru diakui pada saat pembayaran    diterima dalam periode potongan . Disini potongan piutang dan penjulan dicatat sebesar nilai brutonya.
2. Piutang dan penjulan dicatat sebesar nilai netto
Jika ada potongan yang tidak diambil maka diakui sebagai pendapatan lain-lain dalam perhitungan laba rugi.
3. Potongan pegawai
Potongan yang diberikan perusahaan kepada pegawaiyang melakukan pembelian kepada perusahaan.
4. Sales return and allowance
Sales return and allwance merupakan pengembalian barang oleh langganan akibat kerusakan yang terjadi  dalam pengiriman atau barang zang dikirim tidak cocok dengan barang yang dipesan, maka hal ini merupakan pembatalan atas transaksi penjualan.
5. Bad Debt Expense
Merupakan sutu kerugian yang timbul akibat adanza piutang yang tidak dapat ditagih karena langganan tidak melunasi kewajibannya. Hal ini dapat disebabakan oleh satu atau lain hal, misalnya nasabah bangkrut atau pailit ataupun sebab lainnya.
Ada dua metode yang digunakan untuk mencatat kerugian atas tidak tertagihnya piutang :
a. Metode penghapusan langsung (Direct Write of Method)
Pada metode ini krugian piutang baru diakui pada waktu piutang dihapuskan dimana penghapusan piutang baru dilakukan pada saat benar-benar tidak dapat ditagih
b. Metode cadangan (Allowance of Badt Debt Method)
Pada perusahaan yang tingkat kepastian pengumpulanpiutangnya cukup tinggi dan akuntan intern biasanya memakai suatu perkiraan cadangan penghapusan piutang agar pembukaan lebih efisien yang pengerjaannya pada akhir peride akuntansi.